Heyawh guys. Ini gue ada cerita. Ntahlah, bagus apa nggak. Ini sebenernya tugas dari guru bahasa Indonesia, udah selesai, drpd mubazir mending gue post disini dah~
*bila ada kesamaan nama tokoh, tempat, alur, cerita, kejadian, mungkin hanya kebetulan semata* -_-
Okddd, check it out~
AKHIR
CERITA CINTA
Karya : Marsella Angelia
"Semenjak ada dirimu, dunia
terasa indahnya. Semenjak kau ada disini, ku mampu melupakannya." Hmm, itu
adalah sepenggal lirik lagu kesukaanku untuk Jo, ya, Joshua Anago, sahabat
terbaikku sejak SD. Tapi ntah lah, di akhir masa SMP, aku seperti memiliki rasa
kepadanya, lebih dari sekedar sahabat.
"Pawww!" Begitulah
caranya menyapaku. "Kenapa sih Jo, lo selalu manggil gue dengan sebutan
itu?" Tanyaku dengan nada sedikit kesal. "Ya habis pipi lo mirip
bakpao sihhh. Pawpawpaw!" Jawabnya sambil mencubit pipiku. Ya, memang
alasan yang menyebalkan, tapi aku senang dengan cara khasnya memanggilku dengan
panggilan khusus darinya itu. "Eh ntar pulang sekolah kita jalan ya, ke
tempat biasa!" Ajaknya. "Oke, tapi abis itu anterin gue pulang ya."
Jawabku. “Oke paw!” Balasnya.
Sepulang sekolah, kami langsung
menuju ke Japan Restaurant, Pondok Indah Mall, tempat yang sering kami
kunjungi. Jo sangat senang dengan mie ramen, alasannya karena ia suka sekali
dengan tokoh Naruto, dan Naruto suka sekali dengan mie ramen. Ntahlah, memang
aneh-aneh saja kelakuan sahabatku itu.
Kami pun mengelilingi mall
seharian, tertawa bersama dan menceritakan segala hal bersama. Dia memang
selalu membuatku merasa nyaman, dia selalu membuat duniaku terasa indah, dan hanya
dia yang bisa membuatku melupakan sakit yang dulu ku rasa dengan seorang lelaki
yang tak penting untuk diingat.
Hari sudah malam, ia pun
mengantarku pulang ke rumah. "Sampai ketemu besok di sekolah, Paw!"
katanya sambil mencubit pipiku, seperti biasanya. Lalu ia pun pulang
kerumahnya.
Hari ini, hari yang sangat kami
nanti-nantikan, hari pengumuman kelulusan SMP. Semua siswa sudah berkumpul di
sekolah dengan wajah yang sangat tegang. Dan akhirnya diumumkan bahwa sekolah
kami, SMP Negeri 1 Bandarlampung, lulus 100%. Siswa-siswipun langsung berteriak
bahagia, termasuk aku, namun tidak dengan Jo.
"Jo jelek! Lo kenapa? Kok
kayaknya lo gak seneng kita lulus? Kita bakal jadi anak SMA Jo! Kata
orang-orang, masa SMA itu masa yang indah Jo! Kita pasti..."
"Paw,gue mau ngomong."
Katanya sambil memotong pembicaraanku.
"Ngomong apasih?"
Tanyaku heran. "Gue harus pindah ke Jakarta, gue gak SMA disini."
Jawabnya dengan pelan. "Hah???" Balasku.
Ntahlah, rasa bahagia yang ku
rasa tiba-tiba menghilang, hatiku terasa begitu sakit mendengar kabar itu. Jo
sahabatku akan pergi meninggalkanku. Aku tak bisa lagi bersamanya. Aku akan
kehilangannya sebelum aku memilikinya. Dia akan meninggalkanku disaat aku sudah
merasa sangat nyaman dengannya. Tapi apa yang bisa ku perbuat? Aku tidak
mungkin melarangnya. Ya, memang, aku hanya bisa membiarkannya pergi, tanpa
memberitahu rasa yang selama ini ku pendam, sebuah rasa sayang yang lebih dari
sekedar sahabat. Aku hanya bisa menahan air mataku. "Orangtua gue pindah
kerja, jadi gue harus ikut mereka." Jelasnya. "Kapan lo pindah?"
Tanyaku. "Gak tau, yang jelas, gak lama lagi" Jawabnya dengan pelan.
Malam ini, kami chatting
menggunakan video call. Ya, itu memang kebiasaan kami dari dulu.
"Kau jaga slalu hatimu saat
jauh dariku, tunggu aku kembali." Itulah lagu yang selalu dinyanyikannya
saat kami videocall-an. Suaranya yang merdu, alunan gitarnya yang bagus,
membuatku tambah nyaman dengannya. Aku pun tak bisa menahan kesedihanku setiap
kali ia menyanyikan lagu itu.
Beberapa hari kemudian, ada pesan
singkat yang masuk ke HP ku. "Paw! Bentar lagi pesawat gue take off. Gue
pergi ya! Jaga diri lo baik-baik! Jangan bandel! Dan jangan pernah lupain gue
ya! Semoga masa SMA lo menyenangkan! Gue sayang lo, Virbella Angelia. Makasih
lo udah jadi sahabat terbaik gue selama ini! Bye!" Duaaarrr! Jantungku
terasa seperti berhenti berdetak. Hati ku terasa sangat sakit membaca pesan
dari sahabatku itu. Air mataku tak bisa berhenti mengalir. Sahabatku, yang mungkin
juga merupakan lelaki yang ku cintai, sudah pergi jauh meninggalkanku. Aku tak
bisa lagi berada didekatnya. Ntah lah, sangat sakit rasanya. "Iya jeleeek.
Hati-hati ya! Gue pasti bakal jaga diri baik-baik kok! Semoga SMA lo juga
menyenangkan ya. Gue juga sayang lo, Joshua Anago! Lo sahabat terbaik
gue!" Balasku kepadanya.
Hari demi hari terasa sepi.
Sekarang aku sudah menjadi siswi SMA. Kata orang, SMA adalah masa yang paling
indah, tapi aku tidak merasakannya. Tak ada yang spesial jadi anak
SMA. Tak ada sahabat SMA yang bisa membuatku nyaman seperti Jo. Oh
iya, sudah beberapa bulan aku tak berkomunikasi dengannya. Mungkin dia
sibuk dengan urusannya, atau mungkin dia memang sudah melupakanku. Ntahlah,
yang jelas, aku sangat merindukannya. Aku sangat merindukan gayanya memanggilku
dengan panggilan khas darinya.
"Online skype sekarang ya,
kita videocall-an, kayak biasa." Tiba-tiba pesan singkat itu sampai ke
HPku. Aku terkejut. Jo, sahabatku, menghubungiku lagi. Aku langsung menghidupkan
laptopku, online skype, dan videocall-an dengan Jo, seperti yang sering kami
lakukan dulu.
"Especially for you, I wanna
let you know what I was going through. All the time we were apart, I thought of
you." Alunan suaranya dan petikan gitar yang merdu itu ku dengar kembali.
Sama seperti dulu, sangat manis sekali, tak ada yang berubah. Kamipun berbicara
sepanjang malam. Menceritakan segala hal yang kami rasakan semasa SMA.
"Paw! Gue mau cerita. Gue lagi suka sama cewek nih. Doain gue semoga gue
bisa jadian sama dia yah!" Duaaaarrr! Lagi-lagi dia membuat jantungku
seperti tak berdetak. Ini adalah rasa sakit yang benar-benar sakit. Tapi aku
memang tak berhak untuk marah, tak berhak untuk cemburu, karena aku hanya
sekedar sahabatnya. "Oh ya? Semangat ya! Semoga lo bisa dapetin dia."
Jawab ku dengan sok tegar. Hari sudah larut malam, kami pun menghentikan
percakapan kami.
Berminggu-minggu ku lewati hari
tanpa berkomunikasi dengannya. Ku maklumi, sekarang pasti dia sedang mengejar
perempuan impiannya, dan tidak sempat lagi untuk menghubungiku.
Tiba-tiba ada telepon masuk di
HPku. "Halo?" kataku. "Bella bakpao! Goodnews! Gue jadian sama
Mona! Cewek yang waktu itu gue ceritain ke elo! Makasih ya atas doa lo! Gue
seneeeng banget!" Kata Jo dengan girangnya. Ntah apa yang bisa ku katakan,
yang jelas, hatiku sangat sakit. "Oh ya? Selamat ya." Jawabku sambil
menahan sedih.
Sejak saat itu, Jo sering
menghubungiku, bukan untuk menanyakan kabarku, tetapi untuk menceritakan semua
tentang pacarnya itu. Ia begitu sering menceritakannya, tanpa tau rasa sakit
yang selalu ku rasa setiap ia menyebut nama pacarnya itu.
Beberapa bulan berlalu, cerita Jo
mulai berubah. Ia yang biasanya selalu menceritakan kebahagiaannya, kini malah
selalu menceritakan kesedihannya. Ia mengatakan bahwa pacarnya selalu
mengecewakannya, selalu membohonginya, dan gak pernah ngertiin dia. "Udah
sih! Putusin aja dia! Ngapain lo mempertahankan cewek itu? Apasih bagusnya dia?
Cantik juga nggak!" Kataku dengan lancang. Ntahlah, kata-kata itu begitu
saja terlontar dari mulutku. Dan seketika, telponku dimatikan oleh Jo. Ternyata
ia sangat marah padaku. Ia tidak suka jika aku menjelek-jelekan pacarnya. Aku
tau aku salah, aku pun terus meminta maaf, tapi tak pernah digubris olehnya.
Dan sejak saat itu, aku tak pernah lagi berkomunikasi dengannya.
Satu bulan dari kejadian itu, dia
tiba-tiba menghubungiku lagi. Ya, memang seperti ini, dia selalu datang dan
pergi secara tiba-tiba, tetapi aku selalu meresponnya, karena dia sahabatku,
dan aku sangat menyayanginya.
"Paw, maaf ya, gue sempet
marah sama lo. Maaf kalo gue gak pernah ngehubungin elo. Maaf kalo gue udah
jahat sama lo. Ternyata lo bener. Cewek kayak Mona itu gak pantes buat
dipertahanin. Gue sama dia udah putus. Dan gue gak mau lagi mikirin dia. Maaf
kalo selama ini gue gak pernah dengerin elo. Lo mau kan maafin gue? Gue masih jadi
sahabat lo kan?" Katanya melalui pesan singkat. "Iya gue maafin lo.
Lo tetep jadi sahabat gue kok." Jawabku dengan singkat. Aku memang tak
mungkin marah kepadanya, aku tak mungkin bisa membencinya, karena aku sangat
menyayanginya, aku sangat mencintainya.
Sejak saat itu, hubungan kami
mulai membaik. Kami kembali dekat seperti dulu lagi. Jo pun menghubungiku
setiap hari, seperti dulu lagi. Hingga pada suatu malam, saat kami
videocall-an, ia menyatakan perasaannya kepadaku, bahwa ternyata ia
mencintaiku, ia ingin menjadi pacarku. Dan aku yang memang sudah lama
mencintainya pun menerimanya. Kami pun menjadi sepasang kekasih. Aku hanya bisa
berharap, bahwa indahnya persahabatan jangan sampai berakhir dengan sakitnya
putus cinta.
Berbulan-bulan kami menjalani
hubungan pacaran jarak jauh.
"Jarak bukan penghalang,
selama kita masih memandang bintang yang sama, kita akan selalu merasa
dekat." Itulah kata-kata yang selalu Jo ucapkan.
Memang, pacaran kami tidak
seperti anak SMA lainnya, kami hanya bisa berkomunikasi lewat HP, bertatap muka
dan melepas rindu lewat videocall. Tapi hal itu cukup membuatku bahagia.
Hari demi hari ku jalani dengan
ceria, meskipun Jo tidak ada disampingku, tetapi ia selalu ada dihatiku. Ia
selalu menemani hari-hariku, dan selalu membuat dunia terasa indah.
"Paw!
Kamu libur Natal ini kemana?" Tanyanya kepadaku. "Aku ke Jakarta,
keluarga aku Natalan disana." Jawabku. "Okedeh! Aku tunggu disini ya!
Kita ketemu disini! Aku bakal bilang ke mama papa aku kalo kamu bakal main
kesini! Aku janji bakal ngajak kamu jalan-jalan di kota ini!" Katanya
dengan gembira. Ya, sejak SD aku memang sudah sangat dekat dengan orangtuanya.
"Oke jeleek." Jawabku. "Sipdeh! Jangan lupa bawain mie ramen
kesukaan aku dulu ya, pipi bakpao!" "Iya jeleeeek!" Jawabku. Aku
merasa sangat senang, aku gak sabar pengen cepet-cepet libur Natal dan pergi
kesana, bertemu dengannya. Mungkin, bagi sepasang kekasih yang menjalani
pacaran jarak jauh, sebuah pertemuan memanglah sangat berarti, sangat
dinanti-nanti, dan sangat membahagiakan.
Dua minggu lagi libur Natal tiba,
namun Jo malah menghilang begitu saja. Ia tak pernah menghubungiku. Aku tak tau
apa yang terjadi padanya. Aku sedih, sebentar lagi rencana kami untuk bertemu
akan tiba, tapi dia malah menghilang.
Dua minggu berlalu, Jo masih
tidak menghubungiku. Aku tak tau apa yang sedang ku rasa. Senang, sedih, heran,
bingung, semua menjadi satu. Hari ini, aku akan menuju ke Jakarta sendirian.
Papa dan mama ku akan menyusul besok, karena mereka masih ada urusan. Sampai
dibandara, aku mengirim pesan kepada Jo, "Jo, bentar lagi aku take off.
Kamu jangan lupa jemput aku ya." "Iya.” Itu adalah balasan dari
hpnya. Ntah kenapa, aku merasa aneh dengan pesan darinya itu. Aku merasa asing
dengan gaya bahasa pesan itu, dengan ketikan pesan itu, seperti bukan Jo. Tapi,
yasudahlah.
Pesawatku pun landing di Bandara
Soekarno Hatta. Ya! Akhirnya! Aku tiba di Jakarta! Sebentar lagi aku akan
ketemu Joshua Anago, sahabatku sekaligus laki-laki yang aku cintai! Aku tidak
sabar ingin bertemu dengannya, melepas semua rindu ini. Aku udah gak sabar
dengerin cerewetnya dia! Aku udah kangen banget sama jahilnya dia, kangen
kebiasaannya manggil aku dengan panggilan khas itu. Hmm, aku kangen banget sama
semua tentang dia! Aku juga udah bawa mie ramen kesukaannya, dia pasti seneng
banget!
Setengah jam aku nunggu di
bandara, aku tak kunjung melihat sosok yang sangat ku nanti-nantikan. Jo mana?
Apa dia lupa ngejemput aku? Apa dia sebenernya gak mau ketemu aku? Apa dia lupa
sama janjinya? Ntahlah.
Tiba-tiba ada orang yang menepuk
pundakku dari belakang, "Ayo Bella." Katanya.
"Ayo Jo!" Jawabku
semangat. Saat aku menoleh kebelakang ternyata itu adalah papanya Jo, kedua
orangtua Jo yang menghampiriku. "Eh om, tante, Jo mana? Aku udah gak sabar
mau ketemu dia! Aku kangen sama dia! Dan ini aku udah bawain ramen kesukaannya,
dia pasti seneng banget deh!" Kataku dengan penuh semangat. Namun rasa
semangatku seketika berubah saat melihat raut muka mama nya Jo yang tampak
sedih dan berbicara kepadaku dengan pelan "Bella, ayo ikut kami."
Perasaanku menjadi tidak enak. Ada apa sebenarnya? Jo kemana? Jo, sahabatku,
kenapa? Apa yang terjadi? Kenapa mereka gak kasih tau aku dimana Jo?
Beribu pertanyaan berputar di
otakku. Aku tak tau harus berbicara apalagi, aku bingung, aku hanya bisa diam,
ikut dengan orangtua Jo yang entah membawaku kemana. Sepanjang jalan aku hanya
diam sambil memegang ramen kesukaan Jo.
Sampai
tiba saatnya, mobil ini berhenti. Aku tersontak kaget. Aku semakin bingung.
Jantungku pun berdegub kencang. Tubuhku terasa lemas. Pucat. Lesu. Apa yang
telah terjadi? Mengapa mereka membawaku kesini? Apa maksudnya? Aku hanya bisa
diam, dan turun dari mobil. Aku masih terus memegang ramen kesukaan Jo, aku gak
mau ramen ini tumpah, karena Jo pasti bakal kecewa.
Orangtua Jo pun menuntunku ke
suatu arah, dipojok paling kanan barisan paling depan di tempat itu.
Ya Tuhan, ukiran nama itu.
Membaca tulisan itu air mataku sontak terjatuh, tubuhku terasa lemas, mie ramen
yang ku pegang pun menjadi terasa berat, aku tak kuat. Petir yang sangat dahsyat
serasa menyambar hidupku. Hatiku terasa sangat sakit. Aku gak percaya sama
semua ini. Batu nisan itu, terukir nama sahabatku, nama orang yang ku cintai.
Jooooo! Kenapa kamu tinggalin
aku? Kenapa secepet ini? Aku udah ada disini! Ini aku bawa mie ramen kesukaan
kamu! Kamu juga janji bakal ajak aku jalan-jalan! Joooo! Ahhh. Ntah apa yang
harus ku katakan. Tubuhku lemas, mulutku rasanya tak mampu lagi berbicara. Aku
hanya bisa menangis sambil menjerit di dalam hati.
Lalu orangtua Jo pun menenangkanku,
mereka menceritakan bahwa dua minggu yang lalu Jo kecelakaan dan meninggal
ditempat. Sangat tragis katanya. Aku pun tak kuat mendengar itu semua. Hatiku
seperti tersayat-sayat, perih sekali rasanya. Pertemuan pertama kami setelah
sekian lama tidak bertemu, malah menjadi pertemuan terakhir kami.
"Hai Jo, ini gue, pipi
bakpao. Lo denger gue kan? Eh iya, gue udah di Jakarta nih. Hmm, makasih ya lo
udah jadi orang yang berarti banget buat gue. Makasih udah ngebuat dunia gue
terasa indah. Gue sayang elo, Joshua Anago jelek. Jaga diri lo baik-baik
disana ya." Ucapku dengan pelan, di samping nisan, di tempat
peristirahatan terakhirnya.
Kenapa kisah persahabatan yang
indah, memiliki akhir cerita cinta seperti ini, Jo?